Jonah: A running Prophet and his Merciful God

  


Seri buku Yunus
Stephanus Pradhana
Ringkasan khotbah 1 Maret 2020

Sermon Translation in English:

Praise & Worship:

Kita sering membaca cerita Yunus dan menghakimi dia dengan gampangnya. Padahal kalau dilihat dengan hati-hati, hidup kita tidak jauh berbeda dengan Yunus. Kita sering lari dari Tuhan, atau melawan kehendakNya dalam hidup kita. Namun dalam buku Yunus, kita bisa melihat bagaimana Tuhan membawa nabi yang melarikan diri daripadaNya ini kembali kepadaNya.

Baca Yunus 1.

Yunus adalah seorang nabi Allah yang melayani Israel (kerajaan utara) semasa raja Yerobeam II, setelah jaman nabi Elia dan Elisa. Tugas Yunus adalah untuk menyampaikan pesan Allah pada bangsa Israel; namun seringkali Allah juga meminta nabiNya untuk menyampaikan kabar pada bangsa-bangsa lain supaya bertobat dan kembali pada Allah.

Niniweh kira kira 3 hari perjalanan jauhnya, sebuah ibukota bangsa Asyria, yaitu bangsa yang paling kejam di dunia (menguliti, membakar tawanan hidup-hidup atau memotong anggota tubuh tawanan).

Seperti Yunus, kita pun dipanggil Allah menjadi saksiNya ke dunia yang penuh dosa dan kejam. Tujuannya sama, supaya mereka berbalik dari kejahatan mereka dan kembali kepada Allah.

Lihat 1Petrus 2:9, Lukas 24:46-48 – kita dipanggil untuk menjadi saksiNya, membawakan berita penghakiman dan pengampunan dosa dari Yesus Kristus. Sadarkah kau saat ini bahwa kau dipanggil untuk menjadi saksiNya?

Yunus malah langsung pergi ke Tarsis, bukan Niniweh – dia sengaja melarikan diri dari panggilan Allah (Tarsis letaknya di sebelah Barat, dan Niniweh ada di sebelah TImur). Lalu mengapa Yunus lari dari panggilan Allah? Ia tidak setuju pada perintahNya dan malah lari.

“Our problem in obeying God is not that we do not understand what He is saying. But that we do, and we don’t want to.

Apakah kita sedang melarikan diri dari panggilan Allah saat ini? Kita tahu kita dipanggil untuk menjadi saksiNya, tapi sering kita tidak mau untuk melakukannya (bukan karena kita tidak mengerti panggilanNya). Kita malahan mengejar hal-hal lain untuk diri kita sendiri: to maximise pleasure and reduce discomfort.

Kita lebih suka mengejar kesuksesan dan kesenangan hidup daripada menjadi saksi Allah. Karena itu kita “melarikan diri” dan mengejar hal-hal lain yang “lebih baik” untuk kita.

Dari pasal 1, kita bisa melihat bahwa awak kapal tahu benar bahwa Allah sendirilah yang melemparkan badai itu kepada kapal yang ditumpangi Yunus. Apakah Allah sedang menghukum Yunus? Kita sering punya instinct kalau kita mengalami musibah, maka kita pasti sedang dihukum Tuhan. Kalau kita perhatian baik-baik kitab Yunus secara keseluruhan (atau pasal 1), kita bisa melihat hal yang berbeda.

Tuhan mengirim badai bukan untuk menghukum Yunus, tapi untuk mengejar Yunus, membawa Yunus kembali kepada rencana yang Allah siapkan untuknya!

Kita sering mengeraskan hati akan firman Tuhan, atau teguran, saat kita berdosa. Karena itu terkadang dibutuhkan sebuah “hard providence” to wake us up, to bring us back to God. Tuhan sering mengirim badai dalam hidup kita supaya kita tidak terbuai dalam dosa, dan kembali kepada tujuan hidup kita. Dan Dia melakukan hal ini karena kasihNya pada kita.

Hari ini Allah sedang mengejar saudara, supaya kau kembali kepada panggilanNya, meninggalkan kenyamanan hidupmu. Dengarkan panggilanNya, jangan mengeraskan hati atau malah marah padaNya.

Yunus mengakui siapa Allah, tapi dia malah melarikan diri seolah-olah ada sebuah tempat dimana Allah tidak akan menemukannya. Dan ironisnya lagi, awak kapal yang tidak mengenal Allah malah lebih punya compassion pada nabi Allah (perhatikan mereka tidak langsung membuang Yunus ketika Yunus memberi tahu mereka untuk melempar dia keluar), dibandingkan nabi Allah itu sendiri (yang tidak mau memberitakan penghakiman dan pengampunan pada bangsa berdosa).

Kalau kita ada di posisi Yunus, mungkin kita akan bertekuk lutut dan bertobat; tetapi Yunus malah mengeraskan hatinya.

Menarik bahwa ketakutan awak kapal pada awal nya adalah takut akan kematian dari badai, namun pada akhirnya takut akan Allah. Bahkan akhirnya memberikan persembahan kepada Allah setelah mereka diselamatkan dari badai. Mereka mencari Allah karena pribadi Allah dan akhirnya mempersembahkan hidup mereka padaNya.

Respon kita lebih mirip siapa? Nabi Yunus, ataukah awak kapal?
Apakah kita masih berkeras dalam pelarian kita pada saat ini?

Post a comment

X