Kemuliaan dalam melayani Tuhan

  


Pdt Victor Liu
15 Februari 2015

Rekaman Praise & Worship:

Rekaman khotbah:

Ringkasan khotbah:

Istilah mulia dari bahasa Ibraninya (kabod), mempunyai arti “berat”. Istilah yang dipakai pada saat kita membandingkan 2 hal yang berbeda beratnya, dan kita melihat sesuatu yang lebih berat itu sebagai sesuatu yang menakjubkan, dimana kita tidak akan pernah bisa mengangkatnya. Dari bahasa Yunani (doksa), artinya adalah dari “opini/pendapat/pikiran/penghargaan”.

Kalau misalnya seorang presiden akan datang ke rumah kita, maka kita akan melakukan segala hal (mempersiapkan diri, membersihkan rumah, dll), karena kita memberikan “doksa”! Kita melihat dan menghargai dia, dibandingkan dengan kita.

Kita mau belajar dari Yusuf dari Kejadian 42:7-9. Yusuf tentunya ingat semua yang dilakukan oleh saudara-saudaranya kepada dia (cerita ini ada sekitar 22 tahun sejak dia bertemu dengan saudara-saudaranya di awal cerita: dia dijual umur 17, dan dia bertemu dengan Firaun pada umur 30 tahun. Lalu masih ada lagi masa kelaparan setelah itu). Yusuf punya keluarga, kedudukan, dan kemewahan. Tapi Yusuf tidak lupa pada Tuhan, dia tahu ada sesuatu yang hilang, yang mengubah filosofi hidupnya. Ketika dia bertemu dengan saudara-saudaranya, Tuhan mengingatkan Yusuf akan mimpi-mimpinya.

Apa mimpi Yusuf? Yaitu saudara-saudara dan semua akan menyembah dia, dikaitkan dimana nenek moyangnya Abraham yang dipilih dan dari keturunannya akan datang seorang Juru Selamat – dimana dia juga dipilih Tuhan untuk memelihara bangsa Israel. Yusuf terhentak. Sama halnya pada saat Petrus menyangkal 3 kali dan ayam berkokok (dia terhentak dan teringat apa yang dikatakan Yesus kepadanya!). Pernahkah kita terhentak seperti itu? Dimana kita “bangun” dari “tidur” kita? Dari apa yang kita lakukan sekarang?

Dalam sekitar 9 tahun sebagai pimpinan, Yusuf tidak melakukan apa-apa (dia tidak menjemput papa dan saudara-saudaranya). Dia hanya mempersiapkan untuk bencana kelaparan bagi bangsa Mesir, tidak ada hubungannya dengan bangsa Israel. Sampai akhirnya Tuhan mengingatkan dia mengapa dia bisa ada di sana. Yusuf bisa melihat pelayanan Tuhan jauh lebih besar dari apa yang dia punyai pada saat itu!

Apa yang seringkali membuat kita lupa pada Tuhan dan rencanaNya seperti Yusuf?

[1] RUTINITAS
Rutinitas pekerjaan – seperti Yusuf pada saat dia menjadi pimpinan. Dia sibuk menyiapkan Mesir untuk bencana kelaparan (dia menafsirkan mimpi bahwa akan ada 7 tahun kelimpahan dan 7 tahun kelaparan), sehingga dia lupa mengapa dia ada di sana.

Bagi kita yang bekerja, belajar, atau membuka bisnis, kita juga sering sibuk hanya untuk sukses dan fokus pada hal tersebut. Rutinitas bukanlah salah, karena kita perlu bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Namun yang salah adalah pada saat rutinitas itu kita lakukan untuk diri kita sendiri dan kita lupa apa yang Tuhan mau lakukan melalui apa yang kita punya!

Yusuf akhirnya terhentak dari rutinitas nya dan mengerti apa yang Tuhan mau dari dia dengan apa yang dia punya.

Waspadalah pada rutinitas yang kau lakukan pada saat ini!

[2] PENDERITAAN
Penderitaan kita membuat kita jadi mengasihani diri sendiri terus menerus, fokus pada diri sendiri dan lupa pada Tuhan. Saat Musa disiapkan untuk menjadi calon pimpinan di Mesir, Musa memandang bahwa menderita bersama dengan orang Israel dan melakukan pekerjaan bersama Kristus lebih berharga dari semuanya (Ibrani 11:24-26)

Yusuf mengerti penderitaan yang dia alami selama bertahun-tahun dipakai untuk kemuliaan Tuhan. Penderitaan tidak seharusnya mengganggu kita dan kerohanian kita.

[3] KESUKSESAN
Saat Yusuf menjadi pimpinan di Mesir, dia punya segalanya – keluarga, kemewahan, kuasa, dan sebagainya. Saat Tuhan membukakan mengapa dia bisa sukses seperti itu, dia tunduk dan bersuka cita karenanya. Selama 9 tahun dia tidak mengerti mengapa dia bisa ada di sana, sampai Tuhan mengingatkan dia pada rencana Tuhan di awal hidupnya.

Kesuksesan bisa membuat kita lupa pada Tuhan dan fokus kita hanya pada barang dan apa yang kita miliki, supaya bisa mendapat lebih banyak lagi! Kita akan tahu karakter kita pada saat kita diberikan kelimpahan; apakah kita egois, apakah kita sombong, dan sebagainya. Yusuf akhirnya tahu bahwa apa yang dia punyai semua itu adalah alat yang dipakai Tuhan. Dia menilai, menghargai Tuhan, jauh lebih daripada yang dia punya pada saat itu!

Yusuf akhirnya meminta sebidang tanah pada Firaun supaya orang Isreal bisa tinggal dan menetap di sana. Dan di sana Tuhan melipat gandakan jumlah bangsa Israel. Indah, bukan? Abraham meninggalkan kesuksesan dan kenyamanan pada saat dipanggil Tuhan dari Ur-Kasdim, karena dia melihat nilai bersama Tuhan jauh lebih besar dari apa yang dia punya saat itu!

Apa yang kau punyai saat ini? Pernahkah kau memikirkan untuk apa itu semua? Pernahkah kau memikirkan apa yang Tuhan mau dari itu semua?

Apakah penghargaan dalam melayani Tuhan ada pada hidup kita saat ini? Adakah kita melihat apa yang kita punyai saat ini adalah alat untuk membesarkan nama Kristus?

Post a comment

X