God as the Loving Father

  


God as the Loving Father
Perayaan Paskah
Pdt Victor Liu
29 Maret 2015

Konsep Bapa dalam Perjanjian Lama tidak disebut secara langsung dalam arti Bapa kita secara pribadi. Hanya dalam Yesus Kristus lah, konsep Bapa dikembangkan. Orang Yahudi tidak suka (dalam Yohanes 8-10), karena itu berarti Bapa dan Anak sehakekat dan dalam Perjanjian Lama, konsep Bapa adalah Allah pencipta langit dan bumi.

Di saat membicarakan soal Bapa di Perjanjian Baru oleh Yesus, konsep yang dikembangkan adalah soal kasih dan penebusan; Bapa yang memberikan AnakNya untuk manusia berdosa sebagai penebusan di kayu salib.

Melalui hubungan yang baru melalui Yesus Kristus, kita bisa memanggil Allah Bapa. Bagaimanakah perasaan Allah Bapa yang memperhatikan manusia berdosa yang terhilang? Kalau kita sebagai seorang ayah dan melihat anak kita dalam masalah yang besar, kita pasti kuatir (tentu kita tidak bisa sepenuhnya mengerti perasaan Allah Bapa).

Lukas 15:11-32 menceritakan perumpamaan anak yang hilang dan ayah yang mengasihi kedua anaknya yang terhilang (anak bungsu sebagai kita yang berdosa dan terhilang, anak sulung sebagai orang Farisi yang juga terhilang namun menganggap diri mereka baik dan benar).

Si anak bungsu menuntut hak warisannya (padahal biasanya hanya terjadi setelah orang tua meninggal), ingin memenuhi apa yang dia mau. Manusia yang berdosa selalu fokus pada diri sendiri, mau apa yang dia inginkan dipenuhi secepatnya, tidak perduli apa yang Tuhan mau. Kita tidak melihat konsekuensi dan jangka panjang, selalu mau menikmati apa yang kita punya sekarang. Dan saat kenikmatan itu sudah habis, tidak memperhatikan akibatnya!

Anak bungsu yang meninggalkan sang Bapa dan memuaskan dirinya dalam dosa, semakin lama semakin terhilang. Bagaimana perasaan sang Bapa? Alkitab menulis sang Bapa menunggu dan bahkan sudah melihatnya dari jauh. Orang yang bertobat adalah orang yang menyerahkan dirinya secara total kepada Tuhan; dan inilah yang dilakukan si anak bungsu. Dalam ayat 19, dia melihat dirinya tidak layak.

Dalam cerita ini digambarkan seorang Bapa yang mengasihi anaknya – an unconditional commitment, sebuah komitmen yang tidak bersyarat pada orang yang tidak sempurna. “Ketika masih jauh” – menunjukkan sang Bapa yang memperhatikan dan menanti anaknya untuk pulang. Bahkan diceritakan sang Bapa berlari dan merangkul sang anak. Ia tidak mengungkit kesalahannya dan bahkan dirayakan dengan suka cita.

Hati Bapa yang sedih terus menantikan kita untuk “pulang”. KasihNya yang sejati tidak ingin manusia untuk binasa. Di tengah-tengah kita menolak Dia, hidup dalam hidup yang kita tentukan dan maui sendiri, Bapa tetap merindukan kita untuk kembali kepada Dia.

Tuhan memanggilmu untuk kembali kepada Dia. Segala hati yang hancur dan hina diterimaNya, apa pun yang sudah kau lakukan di masa lampau. Allah Bapa mengampuni dan mau memulihkan dirimu. Kembali lah kepada Bapa melalui Yesus Kristus sang Juru Selamat yang sudah dikorbankannya untuk kau dan aku!

Post a comment

X